Arsip Tag: Hindu dharma

Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Hindu Dharma

KETUHANAN YANG MAHA ESA
DALAM
HINDU DHARMA

Rig Weda dari Asia Barat dengan Tuhan-tuhan baru seperti Agni, Indra, dan Bayu. Sesuai berbagai evolusi, revolusi dan berbagai manuver-manuver politik, sosial, rasial.dan agama, maka Hindu saat ini mengkategorikan semua “tuhan-tuhan” di atas sebagai golongan dewa-dewi, yang berasal dari suatu zat tertinggi yang disebut Param Brahman. Di bawah ini secara singkat dan rinci Tuhan akan dijabarkan secara sistematis sesuai dengan perkembangan Weda-weda, Upanishad, Shiwa Purana, dsb) yang lalu bersinergi menjadi Bhagawat Gita, Maha Karya tentang Ketuhanan yang tidak ada duanya di dunia ini.Tuhan di dalam Hindu Dharma disebut-sebut sebagai Brahman, Adhyatman, Adhiyagna, Adhibhuta, Adhidaiva, dst. Hukum-hukumnya disebut Hukum Karma dan pelaksanaan pencapaiannya disebut Abhyasa Yoga.

Brahman adalah Zat Yang Maha Agung dan Suci yang tidak terbinasakan, yang dikenal sebagai Tuhan Yang Maha Esa (di Indonesia) di India disebut Mahesya, Beliau ini bisa berwujud sebagai dewa, manusya, dsb (Saguna Brahman atau Maha Tidak Terdefinisikan (= Nirguna Brahman), Brahman berada di atas/asal mula dari weda-weda dan Prakriti (sifat-sifat maya nan alami, ilusi Tuhan).Brahman berada di atas semua materi, benda, dewa, bahkan semesta raya.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

Manusia Dharmais yang sering disebut umat Hindu sering-sering bertanya-tanya seperti apakah Tuhannya Hindu itu, apakah beliau sama dengan Tuhannya kaum agama-agama lain, ataukah Ia sejenis dewa yang lebih agung daripada para dewata, ataukah Ia berbentuk manusya karena Tuhannya umat-umat lain cenderung disebut Bapa, dsbnya.

Setelah mempelajari berbagai cabang-cabang weda dan Upanishads maka Tuhan di dalam Hindu Dharma memang ternyata banyak wujud-wujud dan rupa-rupanya. Dari Hyang Brahma sebagai Pita Maha (ayah dan ibu) juga leluhur umat manusya yang menurunkan jajaran manu-manu pertama, sampai sepuluh kali, beliau juga melahirkan wangsa-wangsa lain di berbagai sistem tata-surya. Kemudian ada golongan Waisnawa yang menuhankan Narayana dengan berbagai reinkarnasi-reinkarnasi seperti Wishnu Yang Maha Pengayom, Rama, Krishna dan Buddha, dst.

Golongan Shivais adalah Hindu asli di Tanah Barata, saat itu terkenal dengan kultur Indus, (asal kata Hindu) dan yang dihuni Dravidia pemuja Tuhan dalam bentuk Hyang Shiwa, masuk kemudian di India.

Adhyatman – Dimanakah aku dapat menemui sang Brahman? Temuilah Dia di dalam dirimu sendiri, Ia “bersembunyi” di relung hati nuranimu sendiri yang paling dalam (guhayam), Ialah inti Jiwa kita yang disebut Sang Jati Diri (Atman), Sang Atman hadir di dalam Sang Jiwa, ibarat 2 ekor burung di dalam naungan satu pohon, yang satu dinamis (jiwa), dan mobile, yang satu lagi Atman diam menyaksikan, sabda Upanishad.

Adhiyagna- Berarti sebuah unsur yang teramat mula, kuna, asal-usul dari semua tindakan pengorbanan yang tulus, Raganya adalah pengorbanan kosmos pada awal-awal penciptaan semesta raya dan isinya, dari pengorbanan ini hadirlah seluruh ciptaan-ciptaan baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata di semesta (bhur, bwah, swah), Ia hadir di semua ciptaan-ciptaannya secara Abadi, Suci dan Agung, senantiasa menyiratkan pengorbanan-pengorbanan tulus dan menuntun kita penuh cinta-kasih. Kalau saja kita sedikit “bijak” maka akan terfahami betapa sucinya raga-raga manusya ini, ibarat pura atau kuil karena di dalamnya hadir Tuhan itu sendiri sebagai Sang Atman yang menyaksikan, mencatat, dan menuntun setiap individu secara masing-masing. Ia disebut juga Jyotir (Pelita Kehidupan), ia berada di titik fokus meditasi (dhyana) yang terletak di antara kedua alis mata kita.

Adhibhuta- Adalah Sang Adipati yang bermakna Yang Maha Esa, sebagai inti atau dasar segala mahluk yang berjiwa atau tidak berjiwa (padahal penelitian pemenang nobel di Jepang, menunjukkan semua benda berjiwa, dan berunsurkan zat hidup, ini sesuai dengan ajaran akan kehadiran Sang Atman dimana-mana dan di apa saja). Inti kehidupan ini disebut oleh Ishopanishad : “Ishavasyam idam sarvam”, yang bermakna semua yang dapat binasa adalah jubah atau pakaian dariNya semata, semesta dan segala isinya adalah ajang kita tuk belajar memahami dan kemudian kembali kepada hakikatnya semata.

Adhidaiva- Adalah Adipati suatu unsur kekuatan Bhagawatam (Ilahi, Ketuhanan) yang bersinar di dalam dewa-dewa (cahaya), Ia juga Purushanya para dewata (unsur laki-laki yang utama) Ia juga dikenal sebagai Prathama Purusha yang bercahaya di dalam setiap unsur dewa-dewi dan kaum suci. Ia adalah Tuhannya para dewata, yang juga disebut Hiranyagarbha Purusha (Purusha Emas/intan yang berkilau-kilauan. Nabi Muhamad S.A.W menyebutnya Gua Husa, tetapi malah dimaknai secara harafiah sebagai gua beliau mendapatkan wahyu-wahyunya yang pertama.Ia juga disebut Prajapati (pemilik dan penguasa semua jajaran mahluk-mahluk yang bernafas dan tidak termasuk dewata dan manusya.) Ia juga adalah Sutra-Atma yaitu Nafas Agungnya para dewa (Prana Purusha adalah nama lainnya) Para Dewata adalah “bagian-bagian” dari “Tubuhnya”, IA lah sebenarnya Kekuatan Maha Kreatif, Yang Maha Suci, Ia lah semuanya ini yang bercahaya di jagat raya nan tanpa ujung, dan tanpa habis-habisnya ini. Ia menunjang semua, dan semua akan kembali kepadaNya.

Karma- Hadirnya Sang Adhyatman dalam bentuk fragmen-fragmen kecil sang Atman dalam diri manusya dan berbagai mahluk disebut Visarga, yaitu energi murni dariNya semata.Energi ini menjadi proses setiap pelaksanaan para mahluk-mahluk di semesta raya yang penuh dengan berbagai pengorbanan, cinta kasih, melalui proses Sankalpa (memperbanyak dirinya sendiri). Hasil dari Karma Agung Hyang Brahma dengan Swahanya (Aku mengorbankan yang terbaik di dalam Diriku) adalah reinkarnasi alam dan isinya yang tidak kenal waktu dan habis-habisnya. Karma juga adalah mekanisme peraturan hukum-hukum alam dengan berbagai pola-pola aneka ragam yang amat menakjubkan, namun amat sistematis karena tidak ada yang gratis maupun kebetulan di dalam kehidupan ini, semua direkayasa secara apik,rapi dan penuh perhitungan,oleh hukum karma yang tidak terlihat tetapi selalu berwujud sebagai hukum “sebab dan akibat” secara universal.

Karma adalah zat atau energi maha mengagumkan yang bersinergi dengan evolusi alam semesta, karma menciptakan suatu proses kehidupan-kehidupan yang maju secara progresif tetapi juga dapat mundur secara timbal balik secara tegas, “apa yang kau tanam akan kau tuai kembali.” Tetapi pelaksanaannya adalah menabur angin dan menuai badai, karena sebutir gandum yang ditanam maka serumpun padi yang akan panen. Karma berevolusi melalui penderitaan dan kebahagiaan (suka,duka) dan tidak ada sebuah benda maupun mahluk yang dapat lepas dari untaian karma ini. Jadi pengorbanan suci tanpa pamrih adalah kunci bagi stabilnya roda-roda karma, seandainya seorang manusya ingin stabil hidupnya, maka ia harus berkorban dan berkorban terus tanpa henti, ibarat Sang Pencipta dan bumi ini sendiri sampai kini. Saat-saat akhir kematian manusya dapat menentukan reinkarnasi berikutnya, hukum karma ini disebut bhawa (hukum pikiran), agar ia dapat menuju reinkarnasi yang lebih baik dan utama, maka umat Hindu dianjurkan agar sehari-hari selalu memusatkan pikiran dan perilaku, yagna (pengorbanan) kita ke arah dan demi Ia semata, maka pada saat akhir nanti semua pikiran secara otomatis akan terpusat kepadaNya sesuai hadirnya pola kebiasaan ini, dan akhirnya kita akan menyatu denganNya. “Maka seyogyanyalah setiap saat dikau berpikir tentang Aku, dan berjuanglah! Seandainya pikiran dan pemahamanmu terpusat kepadaKu maka dipastikan dikau akan datang kepadaKu” (Bhagawat gita, bab VIII, sloka 7).

Cara mencapaiNya, Yang Maha Berwujud dengan berbagai wujud-wujud dan manifestasiNya (Saguna Aryakta Diwyarupa Brahman) dijelaskan para rsi seperti berikut ini:

“Sang yogi harus selalu mengendalikan jalan pikirannya, (bukan menghentikannya karena pikiran memang tidak dapat dihentikan kecuali oleh kematian!) dan memusatkannya secara konstan ke Tuhan Yang Maha Esa, sang yogi harus mampu merasakan kehadiranNya di mana-mana dan dalam bentuk apa saja.di dalam berbagai suka dan duka semua manusya dan mahluk-mahluk di sekitarnya, dengan demikian seorang pemuja akan pergi ke Tuhan itu sendiri (=jalan tol) dan tidak menumpang kea rah dewa-dewa, asuras, mahluk-mahluk gaib maupun objek-objek sensual, niskala dan skala lain-lainnya (jalan-jalan lain).

Tuhan Yang Maha Kuasa (Paraman Purusham Diryam) juga disebut Swarupa yaitu pemilik 1008 nama-nama dalam ajaran Hindu , tetapi setiap dewa dewi utama seperti Shiwa, Durga, Wisnu, Laksmi, Brahma, Saraswati, Ganeshya, dsb juga memiliki nama hotra 108 s/d 1008 nama. Namun Tuhan Yang Maha Esa hadir di atas semua nama-nama ini, Ia juga disebut Kawi (Kavi) yang bermakna Yang Maha Bijaksana, Sarwagna ( Yang Maha Mengetahui), Pranam (Yang Mula-mula), Sarwa Shaktiwam (Yang Maha Pengatur segala-galaNya) Maha Segalanya dari yang terlembut sampai yang terkasar, dari nol sampai ke yang berwujud, Ia adalah sesuatu yang Tak Dapat Difinisikan atau terjabarkan apalagi digambarkan (Achintya Rupam). Telanjang dan nol dari berbagai nafsu, hasrat dan ego dan “ke-aku-an” Ia juga adalah Aksharam (Tak Terbinasakan), Ia adalah A-U-M (Brahma pencipta), Wishnu pemelihara), dan Maheswara sang pelebur setiap jiwa) Ke semuanya itu mengarah ke Tuhan Yang Zero (Nir,Nol,Nil) yang disebut Nirgunam Param Brahman Banyak wujud-wujud dan nama-namanya (Devashya Dimahi) namun Ia adalah suatu Zat Kesatuan yang dianggap Maha Tunggal! Melalui mekanisme karma, Ia hadir dan mengatur dan menguasai para dewa-dewa dan seluruh loka-loka di semesta beserta isinya, pada saatnya nanti Ia akan melebur kembali kepadaNya tuk dibentuk semesta baru, hal ini disebut Pralaya (jadi tidak sama dengan kiamat yang konotasinya menyeramkan tanpa ada harapan!)

“Sebenarnya lebih tinggi dari yang tidak nyata (Sang Brahma), ini hadir lagi yang TIDAK NYATA, yaitu Yang Suci dan Abadi, Yang Tidak dapat Hancur sewaktu yang lain-lainnya dihancurkan”

“Yang Tidak Nyata (Maha Gaib) ini disebut Yang Tidak Terbinasakan. Ia lah tujuan yang Tertinggi, mereka-mereka yang telah mencapaiNya tidak akan pernah kembali. Itulah tempatKu bersemayam nan maha Agung (Parama Brahma)”
(Bhagawat Gita, hal 8, sloka 20-21).

Mereka-mereka yang tidak berakhir di Jalan Parama Dharma, biasanya berkelana dulu ke pitri loka (Loka-loka para leluhur) lalu mengarah ke Chandra loka, kata lain dari sorga. Di surga yang satu ini manusya yang bijak akan menikmati pahala-pahala baiknya selama di bumi, setelah usai, maka iapun akan kembali ke dunia ini, dan melanjutkan karma-karma barunya lagi.

Bagi seorang yang telah sadar (yogi) maka ia tidak akan galau memilih jalan yang terbaik, ia pun tidak akan terikat pada moha (kasih duniawi) yang memikat (mohan).

Semua weda memang mengajarkan hal-hal yang baik dan positif, namun di atas itu semua hadir pemahaman dan kebijakan yang lebih tinggi sifatnya yang akan membawa kita ke Brahman-Loka. Demikianlah uraian singkat Ketuhanan dan Maha YogaNya, semoga bermanfaat, Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

mohan m.s
Cisarua, 15/11/09.
diedit oleh : uvi antonina