Bhagavat Gita Bab VIII
Jalan penerangan
Sloka 1.
Apakah Brahman itu (Yang Abadi)? Apakah itu Adhyatman? Dan apakah itu karma (aksi), oh Krishna? Apakah itu yang disebut Adhibhuta yang dikatakan sebagai inti semua elemen? Dan apakah Adhidaiva yang disebut sebagai inti dari para dewa?
Sloka 2.
Siapakah yang mendasari pengorbanan (adhiyagna) di dalam raga ini dan bagaimanakah caranya, oh Krishna? Dan dengan cara apa Dikau dapat dikenali oleh seseorang yang penuh kendali di saat kematian?
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
Sloka 3.
Yang Tak Dapat Dihancurkan, Yang Maha Agung disebut Sang Brahman. Svabhava (Sang Jati Diri atau Sang Atman yang bersemayam dalam jiwa kita) disebut Adhyatman. Tenaga (atau kekuatan) kreatif yang menciptakan semua mahluk dan benda disebut Kama.
Sloka 4.
Yang menjadi inti dari semua benda dan mahluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang menjadi inti para dewa adalah Jiwa Kosmos. Dan Arjuna, di dalam raga ini, Aku Sendiri (sebagai Saksi di dalam) adalah Adhiyagna.
Penjelasan :
Pada bab tujuh yang baru lalu, diterangkan tentang para kaum bijaksana (gnam) yang mengenal Sang Krishna sebagai Yang Maha tuh. Mereka ini telah berhasil mengalahkan kematian dan mendapatkan kebijaksanaan (gnana) atau ilmu pengetahuan sejati. Mereka-mereka ini tahu dan kenal apa itu: (1) Sang Brahman. (2) Adhyatman, (3) Adhiyagna, (4) Karma, (5) Adhibhuta. (6) Adhidaiva dan () Abhyasa Yoga. Dan sekarang ketujuh istilah ini diterangkan Sang Maha Pengasih, Sang Krishna. Berikut adalah penerangan dari istilah-istilah ini:
Brahman : Adalah Yang Maha Agung dan Suci, Yang Tak Terbinasakan, atau Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi. Yang Maha Esa berada di atas semua veda-veda suci dan sifat-sifat alami (Prakriti). Ia berada di atas semua benda, mahluk dan obyek-obyek duniawi (alam semesta).
Adhyatman : Di manakah seseorang dapat menemui Brahman? Temuilah Sang Brahman di dalam dirimu sendiri, di dalam relung jiwamu yang disebut Atman atau Adhiyatman, Sang Inti Jiwa yang berada di dalam jiwa kita scndiri, dengan kata lain, dapat disebut Sang Jati Diri. (Perhatikanlah bahwa Sang Atman sebenarnya adalah Jiwa di dalam jiwa kita sendiri, Sang Inti Jiwa).
Karma : Bagaimanakah Sang Adhyatman dapat masuk dan bersemayam di dalam diri kita ini? Prosesnya disebut Visarga, yaitu energi murni yang dipancarkan oleh Yang Maha Esa, inilah yang disebut karma yang murni dan sejati, pancaran yang penuh dengan pengorbanan, kasih-sayang dan pemberian dariNya (tyaga) untuk kita semuanya. Yang Maha Esa memberikan (mcngorbankan) DiriNya melalui Sankalpa, yaitu dengan berkehendak “Aku menjadi banyak!” Dan terjadilah proses, dan dariNya bermulalah semua bentuk benda dan kehidupan-kehidupan ini. Yang Maha Esa lah sumber dari semua ini, dan inilah yang dimaksud dengan karma yang sejati,yaitu asal-mula sesuatu benda atau mahluk, sebuah proses kehidupan dengan segala pola-pola yang beraneka-ragam tanpa ada habis-habisnya dan juga reinkamasi. Dan karma ini menjadi suatu
peraturan atau tata-cara dalam kehidupan di alam semesta ini. Karma adalah suatu peraturan alami yang tegas: “Apa yang kita tabur itu juga yang akan kita tuai,” dan peraturan ini berlaku untuk semua tindak-tanduk dan proses kehidupan kita di mana saja dan kapan saja.
Karma adalah energi dari evolusi, dan karma inilah yang melahirkan mahluk-mahluk (bhura) dan evolusi kehidupan mereka selanjutnya lagi. Karma menciptakan suatu proses kemajuan yang berkesinambungan melalui penderitaan. Kemajuan ini adalah salah satu anak tangga manifestasi untuk menemukan Jati Diri kita sendiri. Begitulah seseorang dituntun langkah demi langkah ke arah kesempurnaan. Dan kesempurnaan itu dicapai melalui penderitaan dulu, dengan kata lain melalui suatu pengorbanan dalam arti yang. amat luas (yagna).
Salah satu rahasia dalam sejarah atau evolusi kehidupan ini adalah pcngorbanan, dan Sang Pemberi Inspirasi atau PemulaNya adalah Yang Maha Esa yang disebut dengan nama Adhiyagna Korbankanlah jiwamu demi mendapatkan jiwa yang baru, begitulah inti dari ajaran-ajaran para nabi (orang suci) di aman dahulu.
Adhiyagna : Adhiyagna berarti Pemula atau Asal-sul dari semua tindakan pengorbanan di dunia ini. RagaNya adalah Pengorbanan Kosmos
dan dari pengorbanan ini bermula dan hiduplah semua mahluk di alam semesta ini, dan Ia hadir dalam semuanya dalam bentuk yang tak terlihat oleh mata, sebagai saksi dan penuntun kita semuanya, Ia Abadi, Suci, Agung dan selalu penuh dengan pengorbanan yang didasari oleh cinta-kasih, dan kalau dipikirkan dengan baik maka sebenarnya semua raga ini adalah “kuil-kuil yang suci” yang di dalamnya terdapat pelita yang hidup oleh apiNya, api Yang Maha Kuasa.
Adhibhuta : Adalah Adhipati, yaitu Yang Maha Esa, yaitu inti dan dasar dari segala mahluk, unsur, benda yang dapat binasa, lshavasyam idam sarvam sebut kitab suci Ishopanishad yang berarti semua ini adalah baju atau pakaian Yang Maha Esa. Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya adalah suci dan adalah kuil kita untuk mencapai Yang Maha Esa, Sang Maha Pencipta. Dunia ini adalah ajang kita untuk kembali lagi kepadaNya.
Adhidaiva : adalah Adhipati, yaitu kekuatan Ilahi yang bersinar dalam dewa-dewa dan merupakan inti dari dewa-dewa ini. Ia jugalah Purushanya para dewa. Ia juga Prathama Purusha yang bercahaya di dalam diri mereka. Ia Tuhannya para dewa, Ia disebut juga iranyagarbha Purusha (yaitu, Purusha Emas nya) para dewa. Ia juga Prajapati yang Suci, Ia juga Sutra-Atma, yaitu Nafas AgungNya para dewa (Prana-Purusha)! Para dewa adalah “organ” tubuhNya, Ialah Kekuatan Kreatif, Ialah Jiwa Yang Maha Suci Ialah semuanya yang bercahaya di alam semesta ini dari ujung ke ujung tanpa ada habis-habisnya.
Kecnam pertanyaan Arjuna di atas telah terjawab oleh Sang Krishna, dan sekarang Sang Krishna masuk ke pertanyaan yang ke tujuh, yaitu apakah Yoga itu yang dilakukan oleh seseorang pada saat antakala (saat kematian menjelang tiba), dan bagaimana mencapai Yang Maha Esa?
Sloka 5
. Seseorang pada saat meninggalkan raganya. maju terus, bermeditasi terpusat kepadaKu semata ; pada saat kematian, ia akan mencapai TempatKu Bersemayam (Madbhavam). Jangan kau ragukan itu!
Sloka 6.
Barangsiapa, oh Arjuna, sewaktu meninggalkan raganya, memikirkan sesuatu benda (bhavam) tertentu. maka ia akan pergi ke benda itu. terserap selalu dalam pikiran itu!
Penjelasan : Inilah hukum atau peraturan kosmos (atau Yang Maha Esa) yang berlaku di dalam agama indu, yang sekali lagi ditegaskan oleh Sang Krishna. Yaitu, barangsiapa pada saat-saat akhir ajalnya memikirkan Yang Maha Esa semata maka kepadaNya ia akan pergi dan bersatu denganNya. Barangsiapa mcmikirkan benda benda atau unsur-unsru lainnya yang bersifat duniawi atau sorgawi maka ke sanalah ia akan pergi. Apapun yang terpikirkan pada saat-saat kematian itulah yang akan dicapainya pada kelahiran yang berikutnya.
Misalnya seseorang pada saat-saat kematiannya, pikirannya terikat pada bentuk duniawi seperti ayah, ibu, saudara, teman, istri, harta-benda, kemashuran, laba dan lain sebagainya, maka ia akan kembali lagi ke dunia ini untuk menyelesaikan karma karmanya yang berhubungan dengan yang dipikirkannya itu.
Misalnya ia berpikir akan sorga dan segala kenikmatan-kenikmatan yang ada di sana, pada saat menjelang ajalnya, maka ia akan ke sorga untuk menjalani karmanya di sana. Misalnya pada saat akhir kematiannya, ia berpikir dan terpusat seluruh pikirannya dengan tulus ke pada Yang Maha Esa, maka ke Ia juga ia akan pergi selama-lamanya.
lnilah hukumnya: bhava (atau pikrannya) yang mendominasi pada saat akhir akan menjadi tujuan terakhir orang yang meninggal dunia ini. Seandainya setiap hari atau setiap saat dalam hidup, kita selalu memusatkan tindak-tanduk dan pikiran kita ke arahNya dan demi Ia semata, maka pada saat akhir pun semua pikiran secara otomatis akan terpusat kepadaNya, dan denganNya kita pasti akan bersatu.
Sloka 7.
Maka seyogyanyalah. setiap saat, berpikirlah tentang Aku dan berperanglah! Kalau pikiran dan pengertianmu terpusat kepadaKu. dikau pasti akan datang kepadaKu.
Penjelasan : Karena sudah hukumnya begitu; bahwa seorang yang pada akhir hayatnya berpikir akan suatu obyek duniawi maka akan pergi ke situ juga setelah habis kehidupannya, maka di sloka di atas ini Sang Krishna bersabda pada Arj una sebagai berikut: (1) “Setiap saat (senantiasa) berpikirlah tentang Aku” dan (2) “Berpikirlah tentang Aku dan berperanglah!” Diuraikan sebagai berikut:
1). Setiap saat berpikirlah tentang Aku berarti dunia ini atau kehidupan ini bagi manusia sifatnya sebenamrnya tidak langgeng, dan kita tak pernah tahu bila kita akan mati dan kalau saat-saat kematian tiba-tiba datang, dan seandainya kita sudah bersiap-siap dengan selalu memikirkan Yang Maha Esa, maka kita pun akan segera pergi ke arahNya dengan lurus. Dan sebaliknya kalau sehari-hari yang menjadi pikiran hanya obyek-obyek duniawi dengan segala kesenangan dan penderitaan saja, maka kita pun akan pergi ke obyek-obyek duniawi ini, saat sang kala tiba-tiba datang meyergap tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
2). Berpikirlah tentang Aku dan berperanglah! -pada Sang Arjuna, Sang Krishna menganjurkan untuk berperang! Mengapa? Karena Arjuna adalah seorang Kesatria yang berkewajiban untuk berperang demi nusa bangsanya, dan demi tegaknya kebenaran. Dan cara berperang itu harus berdasarkan dedikasinya kepada Yang Maha Esa (“Berpikirlah tentang Aku”). Itulah tugas atau dharma atau svadharma kita semua, berjuang sesuai dengan tugas dan status kita di dunia agar tercapai pembersihan batin kita. Seorang guru bekerja semestinya sebagai guru dan seorang pedagang sebagai pedagang dan tidak mencampur adukkan status dan kewajibannya, sesuai panggilan nuraninya.
Yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa kita harus dan selalu berpikir akan la dan bekerja sesuai dengan kewajiban kita; mengingkari kewajiban atau lari dari kewajiban seberapa kecilpun berarti dosa. Sedangkan tidak berpikir akan Yang Maha Esa akibatnya adalah kerugian yang maha besar bagi kita juga, karena lingkaran karma akan membelit kita terus-menerus.
Sloka 8.
Seseorang yang pikirannya tidak mengembara (kesana-kemari), yang selalu bermeditasi, jalan pikirannya selaras dengan usahanya yang terus-menerus, ‘Ia. oh Arjuna pergi ke Paraman Pususham Divyam, yaitu Ia Yang Maha Agung dan Maha Suci.
Sloka 9.
Ia memujaNya sebagai Yang Maha Mengetahui, sebagai Yang Selalu Hadir Semenjak Masa Yang Amat Silam, sebagai Yang Maha Penguasa, sebagai Yang Maha Tercepat. sebagai Yang Maha Memelihara kita semua. sebagai Yang BentukNya Tak Dapat Dimengerti oleh manusia dan mahluk mahluk Lainnya. tetapi la Terang Benderang bagaikan Sang Surya dan jauh dari semua kegelapan.
Sloka 10.
Pada saat kematiannya dengan tekad dan pengabdian yang kuat. dengan tenaga yoganya. ia menahan nafas kehidupan pada spasi diantara kedua alis matanya. dan ia mencapai Yang Maha Agung dan Yang Maha Suci.
Penjelasan : Cara mencapai Yang Maha Esa (Saguna Avyakta Divyarupa) diterangkan sebagai berikut : Sang Yogi harus selalu mengendalikan jalan pikirannya, dan memusatkannya kepada
Yang Maha Esa, dengan senatiasa berbuat ini, maka secara konstan ia akan mengenal yang Maha Esa dan merasakan kehadiranNya senantiasa dalam suka dan duka. dan akibatnya tidak akan pergi ke dewa-dewa atau obyek-obyek lainnya.
Disebutkan bahwa seseorang yang senantiasa terpusat kepada Yang Maha Esa, maka pada waktu ajalnya dapat dilihat dari wajahnya yang diibaratkan seperti cermin dan’ Yang Maha Esa. Dikatakan bahwa orang semacam ini telah terserap jiwa-raganya ke dalam Yang Maha Esa.
Yang Maha Kuasa (Paramam Purusham Divyam) disebut juga Svarupa, yaitu Yang memiliki berbagai nama (ada 1.000 nama untuk Yang Maha Esa di dalam agama Hindu). Misalnya Ia disebut Kavi (Yang Maha Bijaksana), Sarvagna (Yang Maha Mengetahui), Yang Maha Hadir, “Tuhan dari para resi dan penyanyi lagu-lagu suci. Ia disebut juga Pranam (Yang Mula), Ia disebut juga Sarva Shaktivan (Yang Maha Pengatur Segala-galanya). Ia lah Yang Terlembut diantara yang terlembut, Ia lah Yang Terkecil diantara yang terkccil. Ia Iah Maha Penunjang, Pemelihara, Yang Menjadi Tempat kita tinggal, Yang Menjaga kita semua. Ia lah Bentuk Yang Tak Dapat Digambarkan (Achintatyarupam), Yang tak dapat dibayangkan oleh seorang pun, sebuah Bentuk diluar pikiran dan daya intelektual manusia, tetapi Ia juga yang bersinar sepcrti mentari yang paling terang diantara jajaran mentari-mentari lainnya. Ia bersemayam jauh dari segala kegelapan baik kegelapan dalam bentuk duniawi maupun dalam bentuk spiritual.
Pada saat kematian sang yogi ini, maka ia dengan penuh ketulusan dan iman yang tanpa dibuat-buat memusatkan nafas kehidupannya diantara kedua alis matanya. Yogi semacam ini akan meninggal dunia dengan amat tenang dan dalam ketenangan ini ia menuju ke Yang Maha Suci. Ia tak akan kembali ke dalam lingkaran hidup dan mati lagi, kecuali memang ia sendiri yang menghendakinya untuk tujuan-tujuan kemanusiaaan tenentu yang diingininya. “
Sloka 11.
AkanKu beritahukan kepadamu sesuatu dengan jelas yaitu sesuatu yang oleh para pengenal Veda disebut Aksharam (Tak Terbinasakan), sesuatu yang dituju oleh para pengendali nafsu (atau yang telah bebas dari nafsu), sesuatu yang diperjuangkan dan dituju oleh para bramacharin (yang tidak menikah).
Sloka 12.
Menutup semua pintu-pintu raga (lubang-lubang indra), memusatkan pikiran di dalam hati, nafas dipusatkan di kepala, bertindak teguh dalam konsentrasi yoga.
Sloka 13.
Menyebut satu kata OM Sang Brahman Yang Abadi hidup di dalamKU (dalam aspekKu yang sempurna. yaitu aspek Sang Brahman), maka ia yang pergi meninggalkan raganya. pergi ke Tujuan Yang Tertinggi.
Penjelasan :
Diterangkan di sini cara-cara mencapai Yang Maha Esa (Nirguna Para Brahman) pada saat-saat kematian seseorang. Para ahli Veda menyebut Yang Maha Esa scbagai Yang Tak Terbinasakan, dan ke dalamNya menujulah para resi dan orang-orang suci dan orang-orang yang mengendalikan nafsunya. Semuanya menuju arah yang sama untuk mencapaiNya.
Para yogi ini pada saat-saat kematian mereka menutup pintu-pintu indra mereka (yaitu lima gnana-indra dan lima karma-indra), dan jalan pikiran dipusatkan ke dalamNya, dan inilah yang disebut praryahara. Mereka mengunci pikiran dan nafsu mereka di dalam hati mereka yang disebut hridaya kamala (di antara nabhi dan kamha). Para yogi ini juga memusatkan nafas kehidupan di kcpala dan ini disebut dharana.
Dengan konsentrasi yoga yang penuh mereka ini menyebut dan memuja secara mental satu patah kata 0M yang menjadi simbol dari Yang Maha Esa (Para Brahman). Mereka ini memuja Sang
Krishna sebagai manifestasi dari Sang Brahman, dan melepaskan raga mereka dengan tenang. Para yogi yang meninggal dunia ini menuju ke Brahma-Nirvana, dan bersatu denganNya.
Sloka 14.
Arjuna, seseorang yang senantiasa berpikir tentang Aku dengan pikiran yang tak tertuju kepada yang lain ia, sang yogi ini yang disebut nitya-yuktah (selalu harmonis dan terserap di dalam Ku) akan mudah mencapaiKu.
Sloka 15.
Orang-orang yang sempurna ini jiwa-jiwa yang agung, para mahatma ini sekali mencapaiKu. tak akan lahir kembali, ke tempat duka, yang tak abadi. Mereka ini telah mencapai Karunia Yang Tertinggi (Kesempurnaan Yang Tertinggi).
Sloka 16.
Arjuna. semua loka ini, sampai ke Brahmaloka muncul dan hilang; loka loka ini datang dan pergi. Tetapi seseorang yang datang kepadaKu, ia tak akan mengenal kelahiran lagi.
Penjelasan : Apakah yoga-yoga di atas oleh para pembaca dianggap sukar? Apakah yoga atau cara mencapai Yang Maha Esa (Nirguna Para Brahman atau Saguna Parameshvaram, banyak nama untukNya, tetapi Ia Maha Tunggal) ini sukar untuk dicernakan? Maka ambillah jalan yang paling mudah seperti yang diajarkanNya. yaitu, “Berpikir tentang Aku tanpa memikirkan dewa-dewa atau tuhan lainnya. Lihatlah Aku penuh dengan iman dan kasih. Terseraplah selalu di dalam DiriKu.”
Dan barangsiapa sekali mencapaiNya maka tak akan ia lahir kembali ke dunia fana ini, yang pcnuh penderitaan dan tak abadi ini. Ia yang pergi kepadaNya akan mcncapai kesempurnaan yang abadi dan penuh dengan karuniaNya.
Barangsiapa memuja para dewa mereka akan pergi kc loka-loka para dewa ini, tetapi loka yang tertinggi seperti Brahmaloka saja tak lepas dari karma, dapat timbul dan dapat tenggelam (hilang) karena ada masa-masanya. Tetapi Yang Maha Esa tak terpengaruh oleh waktu dan karma, maka barangsiapa mencapaiNya maka akan bersatulah ia denganNya dan tak lahir dan hidup kembali ke dunia yang penuh dengan derita ini.
Sloka 17.
Mereka-mereka yang tahu (dari kesadaran) bahwa satu hari Brahma sama dengan seribu yuga. dan satu malam Brahma sama dengan seribu yuga lainnya hanya mereka saja yang tahu akan hari dan malam (maksudnya, hanya mereka yang tahu akan kebenaran waktu).
Sloka 18.
Pada harinya Brahma. semua yang nyata ini mengalir keluar dari tubuh halus Sang Brahma yang tidak nyata. Dan menjelang malamnya Sang Brahma semua ini kembali menyerap ke tubuh halus Sang Brahma yang tidak nyata (tubuh Sang Brahma yang sama juga).
Sloka 19.
Arjuna. mahluk-mahluk yang melimpah-ruah ini pergi secara terus-menerus (lahir dan lahir lagi). dan tanpa daya terserap lagi menjelang tibanya malam (Sang Brahma). Dan lagi pada pagi harinya mahluk-mahluk yang melimpah ruah ini mengalir keluar lagi.
Penjelasan :
Semua loka-loka termasuk loka-loka para dewa, dan bahkan loka yang tertinggi Sang Brahma terbatas pada hukum ada dan tidak ada, yaitu hukum karma. Semua loka ini terikat pada tahap-tahap tertentu yang berkaitan dengan hukum kosmos (alam semesta). diantaranya adalah tahap atau waktu tertinggi, yaitu waktunya Sang Brahma yang dikatakan dalam agama indu sebagai berikut: satu hari atau satu malam waktu di Brahmaloka sama dengan seribu yuga, dan satu yuga sendiri adalah suatu kurun waktu yang amat luas jika dibandingkan dengan waktu di bumi ini; suatu kurun waktu yang seakan-akan tidak ada batasnya, mungkin bermilyar-milyar tahun atau berjuta-juta tahun. Toh kurun waktu ini (Brahmaloka) masih saja berada dalam lingkupan karma, jadi masih dapat datang dan pergi atau dengan kata lain masih dapat mati dan hidup lagi. Barangsiapa menyadari fakta ini, betu-betul akan menghayati kehadiran Yang Maha Esa secara sejati.
Yang dimaksud dengan datang dan pergi dari tubuh Sang Brahma ini adalah: dunia ini beserta isi dan mahluknya yang terbcntuk pada pagi harinya Sang Brahma, yang adalah dewa pencipta dunia ini beserta segala isinya, dan kemudian kembalinya para mahluk ke dalam diri dewa ini disebut pralaya, yaitu hari kiamat. Jadi dengan kata lain dari penciptaan dunia sampai ke akhimya dunia ini memakan waktu satu hari dan satu malamnya Sang Brahma. ntuk ukuran bumi, hanya Yang Maha Esa yang tahu sebenamya betapa luasnya kurun waktu tersebut. Dan bcgitulah seterusnya, setelah pralalaya maka diciptakan lagi dunia yang baru beserta segala isinya pada hari berikut Sang Brahma, dan ini berulang-ulang sesuai dengan kehendak Yang Maha Esa.
Dikatakan juga bahwa di dunia inisemua mahluk hidup dan mati lagi secara berulang-ulang (reinkamasi), dan dengan begitu sebenarnya tak ada kreasi kehidupan yang baru, yang ada hanyalah daur-ulang saja dari elemen yang sama, yang itu-itu juga, sesuai dengan karma mahluk-mahluk ini, sampai suatu saat mereka lepas dari lingkaran karma dan mencapai Yang Maha Esa, di mana tak akan ada kehidupan dan kematian lagi. Dan selama belum mencapai Yang Maha Esa, maka semua mahluk ini akan selalu berada dalam lingkaran Sang Prakriti dan akan selalu mengalami suka dan duka yang diakibatkan oleh guna (sifat-sifat alami), dan masa karma ini bisa berlangsung amat lama.
Sloka 20
. Sebenarnya lebih tinggi dari yang tidak nyata (Sang Brahma) ini ada lagi Yang Tidak Nyata, yaitu Yang Maha Suci dan Abadi, Yang tak dapat hancur sewaktu yang lain-kainnya dihancurkan.
Sloka 21.
Yang Tidak Nyata ini disebut Yang Tak Terbinasakan, la lah yang disebut sebagai Tujuan Yang Tertinggi. Mereka yang mencapaiNya tak akan pernah kembali. Itulah tempatKu bersemayam nan agung.
Sloka 22.
Ia, Purusha Yang Teninggi (Jiwa), oh Arjuna. hanya dapat dicapai dengan dedikasi yang tak tergoyahkan. Di dalamNya semua mahluk-mahluk ini berdiam dan olehNya semua ini (alam semesta beserta isinya) terpelihara.
Penjelasan :
Sang Brahma Disebut sebagai yang tidak nyata, tetapi ia pun masih berada dibawah pengaruh prakriti. Di atas Sang Brahma ini hadir Yang Tidak Nyata, yaitu yang sifatNya lebih tinggi dari Sang Brahma dan tidak terpengaruh oleh prakriti. Ia lah Yang Maha Esa, Sang Pencipta dari prakriti itu sendiri, Yang mencipta seluruh alam semesta ini beserta segala isinya, Yang Maha Abadi, yang Maha Kuasa. Ia lah tujuan terakahir kita semuanya, yang mempunyai bermacam-macam nama tetapi Tunggal dalam penghayatan. Yang Maha Esa ini mudah dicapai hanya dengan inta kasih dan dedikasi yang tulus yang tcrpancar dari sanubari kita senantiasa tanpa henti hentinya.
Sloka 23.
Sekarang akan Kusabdakan kepadamu. oh Arjuna, waktu-waktu di mana para yogi yang meninggal dunia dan tak kembali lagi, dan waktu-waktu para yogi yang meninggal dunia hanya untuk kembali lagi.
Sloka 24.
Api. cahaya. siang-hari. dua minggu yang terang, enam bulan di kala mentari bergerak ke tara meninggalkan (raga) pada saat-saat ini, mereka yang kenal pada Yang Maha Abadi (Brahman) pergi ke Yang Maha Abadi.
Sloka 25.
Asap, malam-hari, begitu juga dua minggu yang gelap, enam bulan sewaktu mentari bergerak ke arah Selatan meninggalkan (raga) pada saat-saat ini para yogi ini akan mencapai cahaya sang rembulan dan kembali lagi.
Sloka 26.
Terang dan kegelapan kedua ini adalah jalan-jalan dunia ini yang abadi. Melalui jalur yang satu seseorang pergi untuk tidak kembali, dan melalui jalur yang lain seseorang pergi untuk kembali.
Sloka 27.
Seorang yogi kenal akan kedua jalan ini, dan ia tak akan kebingungan. Seyogyanyalah. oh Arjuna, teguhlah selalu dalam yoga.
Sloka 28.
Seorang yogi yang mengetahui semua hal ini, maka jasanya dianggap melampaui semua jasa yang didapatkannya dari mempelajari Veda-Veda, dari pengorbanan (yagna), dari bertapa, dan dana (pemberian atau amal), dan ia akan pergi ke Yang Maha Agung Dan Abadi (pergi ke alam yang penuh dengan karunia dan kedamaian).
Penjelasan :
Ada dua jalan yang diterangkan di sini: (l) jalan yang pertama ini adalah jalan yang terang dan sekaligus merupakan jalan kebebasan dari dunia ini, dan (2) jalan keterikatan dan ini berarti kembali lagi ke kehidupan duniawi ini. Jalan yang pertama discbut parama-dharma (yaitu tempat kediaman yang utama, tempat bersemayam Sang Brahman, atau Sang Krishna. Sekali mencapai ini seseorang tak kembali lagi ke dunia. Banyak sekali sebenarnya nama untuk loka yang satu ini, tetapi yang terpcnting di loka Sang Brahman ini, seorang yogi yang mencapainya akan bersatu denganNya dan akan abadi bersamaNya.
Jalan yang lainnya adalah jalan kegelapan, di mana sesorang yang masih terikat pada karmanya akan menjalani jalan ini dan setelah menyebcrangi pitri-loka (loka
para leluhur) maka ia akan sampai ke chandra-loka dan setelah mendapatkan inti kesucian Sang
handra (disebut sari soma), orang ini akan memasuki sorga. Di sorga-loka ini ia menikmati buah dari perbuatannya yang baik dan lalu kembali lagi ia ke dunia ini setelah masanya selesai. Seorang yogi yang sadar akan arti kedua jalan ini, tak akan kebingungan memilih jalan kehidupannya. la tak akan terikat pada moha (kasih-duniawi). Maka seyogyanyalah kita semua tidak terikat pada moha dan tidak terikat pada hasil atau buah dari semua perbuatan baik kita juga. Lakukanlah semuanya demi Yang Maha Esa semata dan tanpa pamrih, sebagai kewajiban kita kepadaNya. Semua tindakan baik atau positif seperti pengorbanan, sesajen, doa yagna, dana, dan rapa, dan lain sebagainya akan menghasilkan buah, tetapi persembahkan kembali buah ini kepadaNya tanpa pamrih dan selalulah bertindak tanpa keinginan agar jalan yang kita tuju kelak tidak menyimpang dari tujuan kita, yaitu Brahman-loka (ingat, bukan Brahma-loka). Semua Veda memang mengajarkan hal-hal yang baik, tetapi kebijaksanaan akan Yang Maha Esa adalah lebih tinggi nilainya dari semua yang tertulis dan yang diajarkan Veda-Veda. Kebijaksanaan ini lebih tinggi sifatnya dari semua dana,yagna, tapa dan lain sebagainya. Karena kebijaksanaan yang benar akan membwa kita kepada Sang Brahman, Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kebijaksanaan yang salah (perbuatan baik demi tujuan-tujuan tertentu, demi pamrih) akan mengantar kita kembalik ke dunia ini. Bertindaklah senantiasa secara benar dan tanpa pamrih, tanpa henti hentinya.
Dalam panishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Krishna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab ke delapan yang disebut:
Aksharabrahman Yoga atau Yoga Sang Maha Nyata Yang Tak Terbinasakan