Menurut ajaran Shastra widhi Hindu Dharma, maka yang disebut Dewi Saraswati adalah shakti (pasangan wanita) dari Sang Pencipta Hyang Brahma. Pada permulaan lahirnya Hindhu Dharma, maka konsep kuno yang berada di Tibet, Nepal, China dan India kuno telah mengenal Sang Dewi sebagai bundanya alam semesta ini. Beliau juga dikenal dengan berbagai nama seperti Aralokiteswara, Kwan-Im,dsb didaerah-daerah tersebut diatas. Mata sipit,tubuh langsing,dan kulit pucat putih konon oleh para ahli dikatakan sebagai asal usul Sang Dewi Saraswati ini pada konsep mula beliau di kawasan Himalaya yang berpenduduk berkulit putih pucat ibarat salju dan bermata sipit.
Konon Hyang Brahma sebagai Pencipta isi jagat raya ini pada awal kehidupan dan penciptaan sangat gelisah karena asal mencipta saja tanpa sentuhan keindahan sama sekali, maka Dewi Saraswatilah yang kemudian mendapatkan tugas memperindah semua ciptaan-ciptaan di semesta raya ini. Bayangkan Sang Bunda Jagat Raya ini selain melahirkan berbagai ciptaan juga harus memoles,mengajarkan dan memperindah bentuk-bentuk ciptaanNya. Sehingga tidak mengherankan kalau beliau dianggap Tuhannya kaum Brahmanas di masa lalu. Konsep Tuhan sebagai wanita juga hadir di Hindu, India,dan Islam pada awal-awalnya. Kita telaah didalam An-Husna berisikan sekitar 70% unsur feminine dlm sebutan-sebutanNya (Baca: Dari Dharma ke Agama).
Kembali ke Bunda Saraswati, maka di Rig-Weda, kata Saraswati berarti “Yang mengalir”,beliau diibaratkan sebuah sungai suci yang senantiasa mengalir tanpa henti, menyuburkan setiap lahan yang beliau lalui, membersihkan kekotoran-kekotoran yang dibuang manusia, memberkahi setiap kandungan wanita,juga menjaga kearifan, bakti dan kesucian para pemuja-pemujaNya. Didalam Hindu Dharma beliau juga disebut Sarada (Sang Pemberi Makna), Wagiswari (Sang Guru yang mengajarkan tutur bahasa, grammar dan etika), Brahmi (Shakti Hyang Brahma), Mahawidya (Ilmu yang maha tinggi), dan berbagai sebutan lainnya (1008 sebutan). Bunda Saraswati adalah personafikasi dari semua bentuk ilmu yang melahirkan seni, budaya, kultur, peradaban,, sains dan teknologi. Semua seniman, pengukir, pematung,penari, ilmu-wan, agamawan, pelajar, guru dst di India memujaNya secara khusus pada hari raya Saraswati juga di Bali, Jawa dsb.
Kalau di India para pemahat, pengukir, seniman dsb ini berwarna brahmana karena berada dibawah naungan Saraswati, maka tidak demikian halnya di Bali, saya menemukan banyak seniman dari berbagai bidang seni rupa ini masih berkasta sudra. Tentu saja pemahaman yang salah ini melecehkan kaidah dari pemujaan ke Saraswati Sang Bunda Brahmi itu sendiri. Sepertinya “ada yang salah” di Bali ini, disatu sisi Saraswati amat diagung-agungkan, tetapi disisi lain para seniman yang berada dibawah warna bunda agung ini malah disudrakan. Sebagian dari para guru dan seniman ini “diperas dan di eksploitasi” demi keuntungan komersil para-wisata oleh “sebagian wangsa Bali yang serakah!”, padahal seharusnya dihormati sekali.
Kulit putihnya Sang Dewi ini bermakna dasar ilmu pengetahuan yang bertujuan putih atau positif dan bertujuan luhur dan suci. Sebaliknya awidya dilambangkan dengan warna hitam (kegelapan). Namun banyak kaum suci di India dan Jawa kerap berbaju hitam, agar menandakan bahwasanya dia adalah seseorang yang bodoh dan belum mampu berbaju putih (seperti halnya seorang Pandita). Sang Dewi dilambangkan duduk bersinggasana diatas bunga teratai, dengan berwahanakan seekor angsa, dengan keempat tangannya, beliau masing-masing memegang Vina (suling), Akshamala (tasbih), Pustaka (buku,kitab,karya shastra dan agama,sains,dst).
Tangan yang satunya ikut bermain Vina, atau sering juga digambarkan sedang bermudra dalam bentuk memberkahi ciptaan-ciptaanNya. Beliau juga sering dilukiskan dengan memegang Pasa (kwas), Ankusa (alat penyuntik), teratai (Padma), Trisula Sankha (alat tiup yang terbuat dari logam), cakra, kecapi, dsb. Kadang-kadang beliau digambarkan berwajah lima dan bertangan delapan, bermata tiga dan berleher biru. Dalam wujud ini beliau disebut Maha Saraswati, yang penuh kedigjayaan unsur inti utama Dewi Durga (Parwati). Beliau juga salah satu dari Maha Gayatri. Angsa tunggangan beliau disebut Hamsa, tetapi ada juga yang menggantikannya dengan seekor burung merak sesuai dengan kewajiban dan posisi beliau pada saat-saat tertentu.
Makna kitab yang dipegangnya adalah semua bentuk ilmu pengetahuan ; Vina melambangkan seni budaya dan sabda nada AUM, tasbih di tangan kanan bermakna rangkuman dari berbagai agama, dan ajaran-ajaran Ketuhanan dan ilmu-ilmu sains, yang seyogyanya dihayati secara penting dan penuh bakti bagi sesama mahluk, atau akan sia-sia saja penghayatan dan pelaksanaannya.
Sering hadir warna merah dalam lukisan Saraswati, yang berarti awidya yang menyesatkan. Angsa sendiri dapat memfilter air keruh dan memisahkannya dari kotoran-kotoran yang melekat pada air tersebut melalui paruhnya. Maknanya pemisahan antara widya dan awidya. Namun harus difahami juga bahwasanya widya dan awidya (Parawidya-iluminasi spiritual) dapat juga mengarahkan kita ke moksha. Seperti yang diutarakan Isawasya – Upanishad “Kita melampaui kelaparan dan dahaga melalui awidya, kemudian meniti melalui widya kearah moksha”. Konon demi penjabaran ajaran ini maka Bunda Saraswati memilih angsa dan merak sebagai wahana penyampaian pesan-pesannya, Kalau disimak dengan nurani yang sadar maka sadarlah umat Hindu akan inti makna ajaran adi – luhung yang menjabarkan betapa luas aspek Tuhan Yang Maha Esa dengan segala karya-karyaNya yang menakjubkan.
Kalau di Hindu (Bali) terdapat satu hari khusus Pemujaan Saraswati , maka di India semenjak masa lalu terdapat 2 hari khusus puja bagi bunda Saraswati. Yang pertama Saraswati Ashtmi dan yang kedua disebut Dipawali (Festival Cahaya). Pada puja yang pertama, maka Pemujaan ke Saraswati diselenggarakan khusus di kuil-kuil Saraswati (tidak begitu banyak), di Universitas-Universitas, sekolah-sekolah dan berbagai lembaga pendidikan dan sejenisnya, di departemen pendidikan, dan di pusat-pusat seni budaya. Pada hari ini semua guru dan siswa sekolah, seniman dan seniwati, dari berbagai bidang seni – budaya dan kaum cendekiawan dari berbagai cabang ilmu dan sains, plus kaum agamawan merayakannya secara khusyuk sambil memohon berkahNya agar pendidikan seseorang dan bangsa tetap jaya dan lestari. Berbagai upacara , upawasa (puasa) dan pertunjukan berlangsung selama beberapa hari.
Kemudian pada hari Dipawali yang adalah tahun baru kaum Hindu India, Saraswati disandingkan disebelah kanan Sri Lakshmi (Dewi Sri dan Kemakmuran), dan Sri Ganeshya di sisi kiri Sri Lakshmi. Maksudnya agar kekayaan, pamor dan kedudukan plus kejayaan seseorang seharusnya didampingi oleh Saraswati (unsur-unsur etika,seni,keindahan,kultur dan budaya yang beradab) dan oleh Ganeshya (unsur-unsur pengetahuan spiritual dan duniawi yang berimbang). Tanpa ketiga unsur vital ini yaitu: Lakshmi (Kama), Saraswati (Dharma), dan Ganeshya (Karma) maka moksha yang diidam-idamkan seseorang tidak akan pernah tercapai baik di dunia ini maupun di dunia sana. Inilah makna inti Saraswati di Kali yuga yang penuh dengan tebar pesona dan pamer kekuasaan, kasta, kedudukan, kekayaan, dsb. Tanpa keseimbangan maka Tuhan dan berbagai agama (Jalan-jalan kearahNya) akan kehilangan maknanya yang sejati, Begitupun ekonomi, politik, pendidikan, akan salah kaprah.
Ketiga unsur Trimurti Kali Yuga ini (Saraswati- Lakshmi- Ganeshya) tidak dipuja secara bersamaan di Indonesia pada era ini, mungkin bhissama-bhissama tentang pemujaan Dipawali tidak pernah sampai ke Nusantara pada masa-masa yang lalu. Namun umat Hindu India yang berdomisili di Indonesia dan dimanapun, selalu merayakan Dipawali ini dengan khusyuk.
Semoga hikmah dari makna Bunda Saraswati dan unsur-unsur dewata lain dapat mengajarkan umat Hindu Dharma di Nusantara untuk lebih menghayati keagungan Tuhan yang kuasa melalui berbagai ciptaan-ciptaanNya di jagat raya ini.
Om Sri Ganeshya Namaha,
Om Sri Lakshmi Namaha,
Om Sri Saraswati Namaha,
Om Sri Parambrahman Namaha,
Om Shanti-Shanti-Shanti Om
mohan m.s di Shanti Griya Ganeshya Pooja Cisarua, 27 Mei 2008.
Diedit oleh : antonina uvi.