GANESHYA (GANAPATI)
(Dewa pujaan masa lalu, kini dan yang akan datang)
Ganeshya pada mulanya tersirat di Reg-Veda sebagai seorang dewa minor dengan sebutan Vinayaka.Di masa itu dewa pengetahuan ini belum terwujud secara keseluruhan, namun lama kelamaan Hindhu (sanatana) Dharma berevolusi secara pesat dari berbagai system ritual vedik mengarah secara pasti dan positif ke suatu pemahaman akan Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi,Yang serba Maha Alam segala-galanya. Oleh sebab itu maka wujud Ganeshya sebagai maha-dewapun lalu tampil sebagai manifestasi ilmu pengetahuan duniawi dan spiritual, sekaligus menggantikan posisi Hyang Brahman yang makin lama makin tidak popular, demi menunjang perjalanan hidup umat dharma pada zaman kali-yuga ini. Sebagai maha-dewa, Ganeshya kemudian disejajarkan dengan orang tuanya. Berbagai candi Shiva di India, Indonesia dan berbagai tempat lainnya memposisikan Ganeshya di bagian depan candi, kemudian Durga di tengah agak ke atas, dan candi Shiwa di belakang pada posisi tertinggi, namun dalam wujud Lingga-Yoni. Semua posisi ini menunjukan bahwa untuk mencapai penyatuan atau pemahaman Moksha diperlukan dasar pengetahuan (widya) yaitu Ganeshya dengan gadingnya yang retak (shasira-widhi berbagai ritual,hal-hal yang tidak abadi) dan juga dibutuhkan widya (jalan Ilahi yang benar dan hakiki),yaitu gading yang sempurna.
Namun tanpa Bunda Penuntun (yaitu Durga, Maya, semesta, kehidupan duniawi ini), maka seorang tidak akan mungkin mencapai penyatuan dengan Brahman Yang Maha Esa (Shiva itu sendiri),yang disimbolkan dalam bentuk Lingga-Yoni (positif-negatif,dari-Nya mengalir air kehidupan ini, diayomi dan kemudian kembali di daur-ulang demi mempersiapkan kehidupan berikutnya). Proses tersebut berlaku untuk semua yang eksis, baik itu setitik debu ataupun buana agung yang semesta ini. Namun untuk menghayati semua ajaran adiluhung ini diperlukan wahana penuntun atau medium antara manusia dan para dewa, antara manusia dengan alam semesta dan sekitarnya. Medium tersebut adalah ilmu pengetahuan dalam arti seluas-luasnya.
Semenjak masa yang teramat silam Sanata Dharma mengajarkan umat manusia melalui berbagai simbol-simbol, kisah-kisah, parable, filosofi spiritual agar mudah tercerna oleh seluruh lapisan masyakat baik yang berpendikan maupun yang tidak. Zaman Veda telah berlalu, tidak seluruh ajaran Veda yang masih tersisa, kalaupun masih ada seperti yang kita kenal di masa ini, maka kehadirannya hanya dipahami segelintir brahmana dan cendikiawan. Saripati berbagai Veda ini telah bermanifestasi ke dalam berbagai Upanisad dan kemudian di sarikan lagi ke dalam ajaran Bhagawat-Gita (kitab suci kaum dharma). Pengetahuan atau Ganeshya ini semenjak ribuan tahun yang lalu telah di nobatkan menjadi wakil atau wali Tuhan Yang Maha Esa. Simbol Ganeshya telah mendapatkan posisi yang mapan di dalam hati masyarakat Barat maupun Timur, kesatuan karena syarat dengan Widya, kedua ritual bagi Ganeshya amat mudah dan sederhana.Dapat dilakukan oleh siapa saja, ketiga tanpa ritual pun akan tetap bermakna penghayatannya. Namun kaum Hindhu di Indonesia baru akhir-akhir ini menyadari kembali betapa pentingnya Ganeshya ini, padahal di masa-masa yang silam Beliau hadir dari ujung satu ke ujung lainnya di persada Nusantara ini. Mungkinkah arca – arca Ganeshya di berbagai kuil, pura dan rumah-rumah kita akhir–akhir ini merupakan awal dari kebangkitan dharma di Pertiwi ini? Pertanyaan ini harus kita kaji dan jawab secara jujur.
Perlukah ajaran Shastra Widhi Dharma secara universal demi menunjang kehidupan spiritual kita, ataukah kita akan terus beritual secara konsumtif tanpa dasar widya yang lurus. Sering timbul pertanyaan mengapa pemujaan terhadap Ganeshya mendadak hilang dari khazanah dharma kita? Apakah hancurnya peradaban dharma ratusan tahun yang lalu menjadi penyebabnya, ataukah dharma telah melenceng alurnya? Padahal para pendiri negara ini walaupun bukan penganut dharma telah mengabdikannya sebagai symbol pendidikan tertinggi kita yaitu Institut Teknologi Bandung. Ada sekitar 36 versi kisah kelahiran dewa Ganeshya ini, namun di bawah ini dikenal secara amat luas sebagai suatu bantuk widya pengetahuan umum. Silahkan menyimak makna-makna yang terkandung di dalamnya.
Kisah Kelahiran Dewa Ganeshya
Konon Dewi Uma selalu merengek-rengek kepada suaminya, Dewa Shiva agar dikaruniai turunan (Santana), namu Shiva selalu menolak sesuai dengan kodrat Ilahi yang harus dijalani Shiva. Namun karena dilanda kesepian tanpa memiliki keturunan, Dewi Uma selalu berniat melanggar perjanjian ini.Sudah menjadi kebiasaan Dewa Shiva untuk bersemadi di puncak Kailash (Himalaya) hampir sepanjang tahun, dan hanya kembali ke Dewi Uma selama beberapa hari setiap tahunnya. Namun Uma mendapatkan tugas dan mandat dari Shiva untuk mewakilinya menerima kunjungan para dewa-dewi dalam rangka menunjang alam semesta secara berkesinambungan bersama-sama, sebagai bunda alam semesta (Durga), maka adalah tugas Uma untuk mengayomi dan menuntun para dewata ini demi lestarinya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Konon pada suatu hari, ketika Shiva selesai dengan tugas rumah-tangganya, iapun mohon pamit dari istrinya untuk kembaali ke Kailash, namun Uma malahan meledak dengan kemarahannya karena permohonan untuk mendapatkan Santana tidak dikabulkan lagi oleh Shiva.Uma membuang muka dan membanting pintu dan mengabaikan upacara perpisahan yang seharusnya dilaksanakn oleh seorang istri yang berdharma-bhakti kepada suaminya (hal ini adalah kesalahan fatal kedua,yang pertama adalah niat melanggar suaminya).
Merasa dilecehkan, Shiva segera pergi bersama para ganasa (pengikutnya) ke Kailash. Sepeninggal Shiva, Uma yang masih terbakar angkara murkanya menyendiri di istananya dan mengabaikan tugas-tugasnya sebagai bunda semesta. Pada suatu saat sebelum mandi, dari daki yang menempel di tubuhnya, diciptakannya sebuah boneka pria kecil yang kemudian melalui daya shaktinya dihidupkan menjadi seorang pemuda bertubuh pendek namun amat tampan. Pemuda ini dijadikan putranya, diberikan segala ilmu kesaktian mandraguna tanpa batas.Kemudian diperintahkan menjaga istananya selama Uma menyendiri .Tak seorangpun diperkenankan masuk menemui Uma (kesalahan ketiga, menciptakan tanpa proses alami).Akibatnya tamu-tamu tidak dapat menemui Uma, malahan sebagian besar dipenggal kepalanya oleh pemuda sakti ini.Gegerlah jajaran para dewata, bahkan Hyang Brahma, Indra dan Wishnu pun tidak berdaya melawan apalagi membujuk bocah ganas tersebut.Kemudian Shiva diminta kembali oleh para dewa untuk membujuk bocah ganas tersebut, namun Shiva pun terusir tanpa daya.Wishnu kemudian menyusun sebuah tipu daya, ia mengusulkan agar serangan terhadap bocah sakti ini dilakukan pada saat dini hari, karena pada saat itu biasanya setiap mahkluk masih merasa ngantuk dan matanya akan agak kabur.Pada saat penyerangan, para dewa-dewi akan hadir mengelilingi si bocah dari jarak jauh sambil bersorak sorai di sana-sini untuk mengalihkan perhatiannya. Kemudian Hyang Brahma muncul dengan tiba-tiba harus muncul sekejab dihadapan bocah tersebut, pada saat yang sama Shiva muncul dengan genderangnya disamping anak tersebut. Sang bocah akan mengalihkan perhatiannya yang agak kabur dari sisi Brahma ke sisi Shiva, pada saat itu Wishnu akan muncul sekejab dari sisi belakang dan melemparkan cakranya menebas kepala sang bocah, Hyang Agni dipersiapkan untuk segara melahap kepala sang bocah begitu kepala tersebut menyentuh bumi.Demikianlah keesokan hari pada waktu menjelang subuh rencana dilaksanakan dan kepala sang bocah tertebas oleh cakra dan dilahap langsung oleh Agni.
Kemudian bocah ini menimbulkan sorak sorai tiada henti-hentin, akibatnya Uma sadar dari semedinya begitu memahami apa ybng telah terjadi ia lngsung mengutuk seluruh jajaran dewa-dewi menjadi patung. Seketika itu juga semua yang hadir menjadi patung. Sekali lagi kacaulah semesta ini karena surya mati, maha panca butha dan sebagainya segera berhenti berfungsi mala petaka melanda alam semesta. Dunia terancam kahancuran sebelum waktunya.Uma merung-raung ke Yang Maha Esa mohon keadilan dan kehidupan bagi putranya ini.Tiba-tiba di tengah-tengah kegelapan yang mencekam ini terlihat sebuah titik cahaya yang gilang gemilang mendekati Uma.Cahaya Ilahi yang tidak dapat dijabarkan betapa indah dan menakjubkan ini bersabda ke Uma:”Uma dikau telah melanggar sumpahmu sendiri, bahkan telah melawan kodrat Ilahi melalui keangkuhan, ego, dan kesaktianmu, sekarang dikau meminta keadilan,padahal dikau tidak berhak untuk itu. Pada sisi lain dewata telah menyalah- gunakan mandat mereka secara licik dan bersikap kurang bijak, maka merekapun layak untuk dihukum.Tiba-tiba Uma sadar akan kesalahannya, ia mohon pengampunan untuk dirinya serta pasemua para dewata yang telah menjadi patung.Yang Maha Penyayang dan Pengasih dalam wujud cahaya Ilahi ini berkenan memaafkan Uma, namun untuk itu para dewata harus dikembalikan kewujud semula.Uma sadar kutukan tidak mungkin diubah namun dapat direvisi oleh Hyang Maha Kuasa. Iapun berkata:”Sesuai dengan kehendak para Brahman Yang Maha Kuasa, maka para dewata segera berubah ke wujud asli masing-masing”.Para dewata kembali ke wujud masing-masing,namun patung-patung mereka tetap eksis sampai kini sesuai kutukan yang tidak dapat dicabut.Hyang Para Brahman,Tuhan Yang Maha Esa memutuskan bahwa semenjak saat itu para dewa-dewi akan dipuja dalam bentuk arca, dan tugas mereka sebagai elemen dasar adalah mengantarkan umat manusia ke Hyang Maha Esa itu sendiri bukan sebagai tujuan utama pemujaan umat manusia, tujuan pemujaan adalah Tuhan Yang Maha Esa.Untuk itu diperlukan sarana pengetahuan (widya),Yang Maha Kuasa kemudian memerintahkan seluruh jajaran dewa-dewi termasuk Uma untuk menyalurkan prana-vital mereka serta seluruh mandat mereka ke jasad bocah cilik tersebut.Sebelumnya Shiva dan para ganasnya ditugaskan untuk menebas kepala gajah untuk diletakan di atas jasad bocah ini. Seketika sang bocah ini bangkit dari kematiannya (kehidupan lamanya yang adharma),dan memasuki kehidupan barunya(Dwijati).Iapun menangis dihadapan cahaya Ilahi dan memohon pengampunan.Yang Maha Kuasa bersabda:”Mulai saat ini dikau akan disebut ganeshya,dikau akan beristrikan dua,yaitu:dharma dan adharma.Dikau adalah wujud arti Pengetahuan yang berasal dari kegelapan dan kebodohan(awidya).Mulai saat ini pengetahuan (Ghana) berdiri diatas berbagai pemujaan dan ritual. Aku adalah tujuan sejati dan hakiki,dan dikau kutunjuk sebagai sarana yang mengantarkan umat manusia kepadaku melalui pengetahuan”.Demikianlah kemudian cahaya yang agung tersebut hilang dari pandangan para dewa. Agama Hindhu yang pada awalnya tidak mengenal pemujaan arca kemudian melestarikannya diberbagai kuil, namun tujuan utama adalah Tuhan Yang Maha Esa (OM).Seluruih Shastra Widhi, ajaran, mantra harus dimulai dengan OM dan didampingi symbol swastika.Ganeshya kalau tidak maka dianggap tidak sah.Ganeshya disebut dengan panggilan Bapa (yang berarti ayah, pemimpin, soko guru).
Semenjak saat itu, setiap manusia sebenarnya dapat mamuja ke Tuhan Yang Maha Esa secara langsung. Kalaupun pemujaan kepada para dewa masih dilakukan maka hal tersebut harus dilandasi oleh kesadaran bawasanya para dewa-dewi adalah istadewata yang menuntun kita semua ke Yang Maha Esa. Semoga kisah yang amat popular di kalangan kaum Hindhu India ini dapat memberikan kesadaran hakiki kepada kita.
Om Namo Ganeshya Namaha
Om Shanti,Shanti,Shanti
OM TAT SAT