Srimad Bhagavat Gita yang berarti Nyanyian ilahi atau disebut juga Gita Ilahi ( The Song Divine atau The Song of God) adalah sekumpulan ayat-ayat suci berbentuk syair syair yang diwartakan oleh Sang Kreshna kepada Arjuna di medan-laga Kurukshetra. Bhagavat Gita sendiri adalah sebagian dari epik agung Mahabrata yang disebut Bhisma Parva. Walaupun Bhagavat Gita adalah sebagian dari Mahabrata toh Bhagavat Gita adalah karya tersuci Hindu dan dianggap yang terpenting dari agama ini.
Bhagavat Gita dianggap juga sebagai salah satu Upanishad dan sering disebut dengan nama “Gitopanishad,” juga dianggap sebagai inti-sari dari semua sastra dan Upanishad yang ada di dalam agama Hindu. Bhagavat Gita lahir dari bibir Sang Kreshna beberapa waktu sebelum perang BarataYudha dimulai. Baiklah kita ringkas kisah antara Pandawa dan Kaurawa yang menjadi awal dari lahirnya Bhagavat Gita di medan laga Kurukshetra, agar para pemuda maupun sidang pembaca kita yang belum mengetahui tentang perang ini bisa lebih menghayati Bhagavat Gita secara utuh.
Duryodana adalah putra tertua raja Dhritarastra yang buta dan adalah putra tertua diantara 100 Kaurawa bersaudara. Ia bernafsu sekali untuk merebut hak para Pandawa lima yang sebenarnya memiliki setengah dari kerajaan Hastinapura. Yudhistira adalah putra tertua para Pandawa yang terdiri dari berturut-turut, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Arjuna walaupun bukan putra tertua adalah yang terperkasa di antara mereka, dan dia jugalah satu-satunya kesatria yang dianggap sebagai teman spiritual Sang Kreshna.
Yudhistira terkenal sekali sebagai seorang raja yang maha dernawan dan bijaksana. bahkan tidak pemah berbohong seumur hidupnya. Ia terkenal sekali jauh melebihi Duryodana yang serakah dan congkak dan dihormati oleh rakyat jelata bahkan oleh raja-raja lainnya. Tentu saja hal ini menimbulkan iri-hati yang mendalam pada diri Duryodana yang semenjak kecilnya ingin mencaplok seluruh wilayah Hastinapura untuk dirinya sendiri.
Bersama Sangkuni, Duryodana berkomplot untuk menipu Yudhistira dengan mengajaknya bermain dadu, bukan saja Yudhistira dikalahkan secara licik tetapi juga kehilangan seluruh kerajaan, bahkan istri dan adik-adiknya. Lebih dari itu para Pandawa pun semuanya harus mengasingkan diri mereka selama 13 tahun ke hutan dan setelah lewat masa tersebut barulah mereka diperkenankan kembali ke Hastinapura dan menerima setengah bagian mereka.
Dengan berbagai suka dan duka para Pandawa berhasil melalui berbagai rintangan dan menyelesaikan masa pengasingan mereka secara konsekwen dan kembalikah mereka ke Hastinapura untuk menuntuk hak mereka. Tetapi Sang Duryodana menolak mentah mentah untuk memulihkan status mereka dan tetap bersikeras untuk memiliki Hastinapura dengan cara apapun juga. Berbagai upaya di lakukan oleh para penengah termasuk Sang Kreshna, Bhisma bahkan Dronacharya guru para Pandawa dan Kaurawa tetapi sia-sia belaka karena nafsu tamak Duryodana telah mencapai puncaknya dan ia tidak mau tunduk pada siapapun juga. Himbauan Sang Kreshna agar para Pandawa diberikan lima buah desa saja sebagai kompensasi pun di abaikannya, bahkan Dulyodana mengatakan tanah seluas ujung jarum pun tidak akan pernah diberikan kembali kepada para Pandawa. Dengan berbagai _akal-licik Duryodana berusaha mencelakakan Sang Kreshna. tetapi beliau lolos dengan tenangnya, kembali ke kerajaannya di Dwarka. Dan mulailah persiapan perang antara Kaurawa dan Pandawa demi tegaknya keadilan dan kebenaran, dan matinya nafsu-nafsu ketamakan dan ‘keserakahan. Itulah permulaan dari Bratayudha. ‘ Alkisah sebelum perang ini dimulai maka sebagai kebiasaan di zaman itu, yang tidak berbeda dengan zaman sekarang ini, mulailah kedua belah pihak meminta bantuan kepada negara-negara lain yang bersimpati atau terikat pada mereka. Suatu saat Duryodana dengan
bermuka tebal menuju ke kerajaan Dwarka untuk meminta balabantuan dan pada saat yang sama Arjuna pun diutus para Pandawa untuk memohon bantuan Sang Kreshna. Kedua-duanya tiba di Dwarka pada saat yang sama, dan sewaktu masuk ke kamar Sang Kreshna, mereka menemui Beliau sedang tidur di peraduannya. Menunggu Sang Kreshna terjaga dari tidurnya, Doryodana secara amat tak sopan duduk di permadani Sang Kreshna, sedangkan Arjuna dengan mengatubkan kedua tangannya berdiri di ujung kaki Sang Kreshna sambil menghaturkan sembahnya. Tak lama kemudian Kreshna terjaga dan yang pertama-tama dilihatnya adalah Arjuna, kemudian barulah la berpaling dan melihat ke arah Duryodana. Duryodana yang melihat hal ini segera menjadi berang hatinya dan timbulah langsung nafsu tamaknya. Setelah memaklumi kunjungan keduanya, sang Kreshna dengan sénang hati menyatakan hasrat hatinya untuk membantu kedua pihak dengan syarat bahwa Beliau sendiri tidak mau berperang secara pribadi. Dan mengenai bala-bantuan tidak menjadi persoalan tetapi karena yang pertama dilihatnya adalah Sang Arjuna dan menurut sastra=satsra kuno yang muda harus didahulukan dalam segala hal, maka Sang Kreshna bersabda yang berhak untuk meminta bantuan adalah Arjuna barulah Durybdana, dan hanya ada dua hal yang dapat diberikan oleh Beliau, yaitu pertama laskar untuk berperang dan kedua dirinya sendiri yang tidak akan berperang secara langsung. Arjuna ternyata dengan segala rendah-hati memilih Sang Kreshna, sedangkan Duryodana bersorak gembira karena yang dimauinya sesungguhnya adalah bala bantuan dalam bentuk laskar kerajaan Dwarka yang terkenal kehebatannya, dan Sang Kreshna mengabulkannya. Sepeninggal Duryodana dengan para laskar Dwarka, Sang Maha Bijaksana Kreshna bertanya kepada Sang Arjuna mengapa Arjuna begitu bodoh memilih diriNya dan bukan laskar yang hebat. Dengan penuh hormat dan dedikasi yang tinggi Arjuna menjawab bahwa yang dibutuhkannya hanyalah Sang Kreshna, dan telah menjadi cita-citanya agar Yang Maha Bijaksana mau menjadi sais dari kereta perangnya disaat Barata Yudha berlangsung, karena Arjuna yakin bahwa Sang Kreshna adalah penuntun yang paling diyakininya dan dihormatinya, ,lebih dari itu menurut Arjuna, Kreshna adalah sumber dari harapan para Pandawa yang selama ini terbukti telah menolong mereka dari segala marabahaya. Tentu saja hal ini membuat Sang Kreshna makin mengasihi Arjuna dan bersedia dengan senang hati menjadi sais dan ‘ sekaligus penuntun dalam hidupnya. _ Sebaliknya bagi para Kaurawa hidup ini hanya dihitung dari’segi materiil, kekuatan manusia dan keserakahan yang seakan-akan tanpa akhir, dan semua itu menunjukkan hukum karma yang berlaku. .Kaurawa akhimya mendapatkan kebinasaan, sedangkan para Pandawa khususnya Arjuna medapatkan penerangan agung yang merupakan ajaran suci Bhagavat Gita. Bhagavat Gita mengajarkan kita semua untuk selalu bekerja pada sisi dharma dan berperang terhadap segala bentuk angkara murka, dan semua itu dimulai dari berperang melalui diri kita sendiri. . Akhir dari catatan ini adalah kisah mengenai raja Dhritarastra, bapak para Kaurawa yang buta kedua matanya semenjak lahir. Sebagai seorang raja ia bukan saja buta kedua matanya tetapi juga seluruh hatinya karena membiarkan, bahkan merestui tindaka tanduk anak-anaknya yang berlaku angkara murka kepada para Pandawa yang sebenamya masih para keponakan sang raja sendiri. Dalam hidupnya tidak tampak sesuatu gejala bahwa ia pernah mengoreksi kehidupan anak-anaknya dengan tegas, ia bahkan selalu bersikap menutup mata dan hatinya dari perbuatan para Kaurawa. Berberapa saat sebelum Barata Yudha akan dimulai, raja Dhritarastra menaiki kereta perangnya bersama saisnya yang menjadi pendampingnya. bemama Sanjaya. Kepada Sanjaya ia berpesan agar diberikan laporan langsung tentang apa yang ia lihat dan dengar selama perang berlangsung. Pada saal itu datanglah resi Vyasa yang ingin memulihkan penglihatan sang raja ini, tetapi Dhritaiastra menolaknya karena tidak ingin menyaksikan sanak saudaranya saling membunuh dan ia bersikap lebih baik mendengar dari pada melihatnya sendiii Resi Vyasa kemudian memberkahi Sanjaya dengan penglihatan yang terang dan bersabdalah beliau kepada sang raja bahwa Sanjay akan melaporkan bahkan detil detil yang paling kecil pun yang terjadi di BarataYudha dan Sanjaya tak akan pernah “merasa letih atau bosan baik siang maupun malam. Juga kedua orang ini yaitu raja Dhritarastra dan Sanjaya selama perang berlangsung tidak akan pernah celaka atau berlibat dalam peperangan. Akhirnya sebelum meninggalkan mereka sang resi bersabda bahwa dharma akan menang melawan adharma dalam perang ini. Setelah resi Vyasa berlalu maka raja Dhritarastra bertanya kepada Sanjaya, “Hai Senjaya,
saat ini di medan laga Kurushetra nan suci berkumpulah putra-putra ku dan putraputra Pandu (Pandawa) bersiap-siap untuk suatu yudha (perang). Beritakanlah kepada ‘ kami apa saja yang sedang mereka lakukan.” Bermula pada pertanyaan ini mulailah adhyaya (bab) partama dari maha suci Bhagavat Gita.